Minggu, 14 Juli 2013
Asal Mula Nama Nagari Minangkabau
Posted on 13.49 by Unknown
Minangkabau termasuk salah satu nagari (desa) yang berada di wilayah Kecamatan Sungayang, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatra Barat. Nagari ini dulunya masih berupa tanah lapang. Namun, tersebab oleh sebuah peristiwa, daerah itu dinamakan
Nagari Minangkabau. Peristiwa apakah itu? Berikut kisahnya dalam cerita Asal Mula Nama Nagari Minangkabau.
Nagari Minangkabau. Peristiwa apakah itu? Berikut kisahnya dalam cerita Asal Mula Nama Nagari Minangkabau.
* * *
Dahulu, di Sumatera Barat, tersebutlah sebuah kerajaan bernama Kerajaan Pagaruyung. Kerajaan itu dipimpin oleh seorang raja yang adil dan bijaksana. Rakyatnya senantiasa
hidup aman, damai, dan tenteram. Suatu ketika, ketenteraman negeri itu
terusik oleh adanya kabar buruk bahwa Kerajaan Majapahit dari Pulau Jawa
akan menyerang mereka. Situasi tersebut tidak membuat para punggawa
Kerajaan Pagaruyung gentar.
“Musuh pantang dicari, datang pantang ditolak. Kalau bisa dihindari, tapi kalau terdesak kita hadapi,” demikian semboyan para pemimpin Kerajaan Pagaruyung.
Suatu hari, pasukan Kerajaan Majapahit tiba di Kiliran Jao, sebuah daerah di dekat perbatasan Kerajaan Pagaruyung. Di tempat itu pasukan Kerajaan Majapahit mendirikan tenda-tenda sembari mengatur strategi penyerangan ke Kerajaan Pagaruyung. Menghadapi situasi genting itu, para pemimpin Pagaruyung pun segera mengadakan sidang.
“Negeri
kita sedang terancam bahaya. Pasukan musuh sudah di depan mata.
Bagaimana pendapat kalian?” tanya sang Raja yang memimpin sidang
tersebut.
“Ampun,
Paduka Raja. Kalau boleh hamba usul, sebaiknya kita hadapi mereka
dengan pasukan berkuda dan pasukan gajah,” usul panglima perang
kerajaan.
“Tunggu dulu! Kita tidak boleh gegabah,” sanggah Penasehat Raja,
“Jika kita serang mereka dengan pasukan besar, pertempuran sengit pasti
akan terjadi. Tentu saja peperangan ini akan menyengsarakan rakyat.”
Suasana sidang mulai memanas. Sang Raja yang bijaksana itu pun segera menenangkannya.
“Tenang,
saudara-saudara!” ujar sang Raja, “Saya sepakat dengan pendapat Paman
Penasehat. Tapi, apa usulan Paman agar peperangan ini tidak menelan
korban jiwa?”
Pertanyaan sang Raja itu membuat seluruh peserta sidang terdiam. Suasana pun menjadi hening. Semua perhatian tertuju kepada Penasehat Raja itu, mereka tidak sabar lagi ingin mendengar pendapatnya. Beberapa saat kemudian, Penasehat Raja itu pun angkat bicara.
“Ampun,
Paduka Raja. Untuk menghindari terjadinya pertumpahan darah, alangkah
baiknya jika musuh kita ajak berunding. Kita sambut mereka di perbatasan
kemudian berunding dengan mereka. Jika mereka menolak, barulah kita
tantang mereka adu kerbau,” ungkap Penasehat Raja.
“Hmmm... ide yang bagus,” kata sang Raja, “Bagaimana pendapat kalian semua?”
“Setuju, Paduka Raja,” jawab seluruh peserta sidang serentak.
Selanjutnya,
sang Raja bersama punggawanya pun menyusun strategi untuk mengalahkan
musuh tanpa pertumpahan darah. Sang Raja segera memerintahkan kepada
putri Datuk Tantejo Garhano untuk menghiasi anak-anak gadisnya dan
dayang-dayang istana yang cantik dengan pakaian yang indah. Datuk
Tantejo Garhano adalah seorang putri yang memiliki tata krama dan kelembutan. Sifat-sifat itu telah diajarkan oleh Datuk Tantejo Garhano kepada anak-anak gadisnya serta para dayang istana.
Setelah
semua siap, Datuk Tantejo Garhano bersama anak-anak gadisnya serta
dayang-dayang istana menuju ke perbatasan untuk menyambut kedatangan
pasukan musuh. Mereka pun membawa berbagai macam makanan lezat untuk
menjamu pasukan Majapahit. Sementara itu, dari kejauhan, pasukan
Pagaruyung terlihat sedang berjaga-jaga untuk menjaga segala kemungkinan
yang bisa terjadi.
Tak
berapa lama setelah rombongan Datuk Tantejo Garhano tiba di perbatasan,
pasukan musuh dari Majapahit pun sampai di tempat itu.
“Selamat datang, Tuan-Tuan yang budiman,” sambut Datuk Tantejo Garhano dengan sopan dan lembut.
“Kami adalah utusan dari Kerajaan Pagaruyung. Raja kami sangat senang
dengan kedatangan Tuan-Tuan di istana. Tapi sebelumnya, silakan dicicipi
dulu hidangan yang telah kami sediakan! Tuan-Tuan tentu merasa lapar
dan lelah setelah menempuh perjalanan jauh.”
Melihat
perlakuan para wanita cantik itu, pasukan Majapahit menjadi
terheran-heran. Mereka sebelumnya mengira bahwa kedatangan mereka akan
disambut oleh pasukan bersenjata. Namun, di luar dugaan, ternyata mereka
disambut oleh puluhan wanita-wanita cantik yang membawa
hidangan lezat. Dengan kelembutan para wanita cantik tersebut, pasukan
Majapahit pun mulai goyah untuk melancarkan serangan hingga akhirnya
menerima tawaran itu.
Setelah
pasukan Majapahit selesai menikmati hidangan dan beristirahat sejenak,
Datuk Tantejo Garhano segera mengajak pemimpin mereka ke istana untuk
menemui sang Raja.
“Mari, Tuan! Raja kami sedang menunggu Tuan di istana!” bujuk Datuk Tantejo Garhano dengan santun.
“Baiklah, saya akan segera menemui Raja kalian,” jawab pemimpin pasukan itu.
Setiba
di istana, Datuk Tantejo Garhano langsung mengantar pemimpin pasukan
itu masuk ke ruang sidang. Di sana, sang Raja bersama punggawanya
terlihat sedang duduk menunggu.
“Selamat datang, Tuan,” sambut sang Raja, “Mari, silakan duduk!”
“Terima kasih, Paduka,” ucap pemimpin itu.
“Ada apa gerangan Tuan kemari?” tanya sang Raja pura-pura tidak tahu.
“Kami diutus oleh Raja Majapahit untuk menaklukkan Pagaruyung. Kami pun harus kembali membawa kemenangan,” jawab pemimpin itu.
“Oh,
begitu,” jawab sang Raja sambil tersenyum, “Kami memahami tugas Tuan.
Tapi, bagaimana kalau peperangan ini kita ganti dengan adu kerbau.
Tujuannya adalah untuk menghindari pertumpahan darah di antara pasukan kita.”
Pemimpin pasukan Majapahit itu terdiam. Setelah berpikir sejenak, akhirnya ia pun menyetujui usulan sang Raja.
“Baiklah, Paduka Raja. Kami menerima tawaran Paduka,” jawab pemimpin itu.
Akhirnya,
kedua belah pihak bersepakat untuk beradu kerbau. Jika kerbau milik
sang Raja kalah, maka Kerajaan Pagaruyung dinyatakan takluk. Tapi, jika
kerbau milik Majapahit kalah, mereka akan dibiarkan kembali ke Pulau
Jawa dengan damai.
Dalam
kesepakatan tersebut tidak ditentukan jenis maupun ukuran kerbau yang
akan dijadikan aduan. Oleh karena ingin memenangi pertandingan tersebut,
pasukan Majapahit pun memilih seekor kerbau yang paling besar, kuat,
dan tangguh. Sementara itu, sang Raja memilih seekor anak kerbau yang
masih menyusu. Namun, pada mulut anak kerbau itu dipasang besi runcing
yang berbentuk kerucut. Sehari sebelum pertandingan itu dihelat, anak
kerbau itu sengaja dibuat lapar dengan cara dipisahkan dari induknya.
Keesokan
harinya, kedua kerbau aduan segera dibawa ke gelanggang di sebuah
padang yang luas. Para penonton dari kedua belah pihak pun sedang
berkumpul di pinggir arena untuk menyaksikan pertandingan yang akan
berlangsung sengit tersebut. Kedua belah pihak pun bersorak-sorak untuk
memberi dukungan pada kerbau aduan masing-masing.
“Ayo, kerbau kecil. Kalahkan kerbau besar itu!” teriak penonton dari pihak Pagaruyung.
Dukungan dari pihak pasukan Majapahit pun tak mau kalah.
“Ayo, kerbau besar. Cincang saja anak kerbau ingusan itu!”
Suasana
di tanah lapang itu pun semakin ramai. Kedua kerbau aduan telah dibawa
masuk ke dalam arena. Suasana pun berubah menjadi hening. Penonton dari
kedua belah pihak terlihat tegang. Begitu kedua kerbau tersebut dilepas,
kerbau milik Majapahit terlihat beringas dan liar. Sementara itu, anak
kerbau milik Pagaruyung segera memburu hendak menyusu pada kerbau besar
itu karena mengira induknya.
Tak
ayal, perut kerbau milik Majapahit pun terluka terkena tusukan besi
runcing yang terpasang di mulut anak kerbau milik Pagaruyung. Setelah
beberapa kali tusukan, kerbau milik pasukan Majapahit akhirnya roboh dan
terkapar di tanah. Melihat kejadian itu, penonton dari pihak Pagaruyung
pun bersorak-sorak gembira.
“Manang kabau..., Manang kabau...,” demikian teriak mereka.
Akhirnya,
pasukan Majapahit dinyatakan kalah dalam pertandingan tersebut. Mereka
pun diizinkan kembali ke Majapahit dengan damai. Sementara itu, berita
tentang kemenangan kerbau Pagarayung tersebar ke seluruh pelosok negeri.
Kata “manang kabau” yang berarti menang kerbau pun menjadi pembicaraan di mana-mana. Lama-kelamaan, pengucapan kata “manang” berubah menjadi kata “minang”. Sejak itulah, tempat itu dinamakan Nagari Minangkabau, yaitu sebuah nagari (desa) yang bernama Minangkabau.
Sebagai upaya untuk mengenang peristiwa tersebut, penduduk negeri Pagaruyung merancang sebuah rumah rangkiang
(loteng) yang atapnya menyerupai bentuk tanduk kerbau. Konon, rumah itu
dibangun di perbatasan, tempat pasukan Majapahit dijamu oleh para
wanita-wanita cantik Pagaruyung.
* * *
Demikian cerita Asal Mula Nama Nagari Minangkabau
dari Sumatra Barat. Cerita di atas hanyalah sebuah legenda yang tidak
mesti sesuai dengan fakta sejarah. Terlepas dari benar atau salah cerita
di atas, yang penting adalah pesan moral yang terkandung di baliknya.
Salah satu pesan moral yang dapat dipetik adalah bahwa penyelesaian
sebuah masalah tidak harus selalu diakhiri dengan kekerasan. Masih
banyak jalan lain yang bisa ditempuh, salah satunya adalah jalan
perundingan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
No Response to "Asal Mula Nama Nagari Minangkabau"
Leave A Reply